Alkisah, Aji Saka, pemuda cakap dari Hindustan, berkelana ke Jawa bersama sahabat setianya, Dora dan Sembada. Di Pulau Majeti, ia menitipkan keris pusakanya yang beranama sela muksala kepada Dora dengan amanat tegas untuk tidak menyerahkannya kepada siapapun kecuali dirinya. Aji Saka dan Sembada melanjutkan perjalanan ke Medang Kamulan, negeri yang diperintah Prabu Dewata Cengkar yang kejam. 

Tergerak oleh penderitaan rakyat, Aji Saka menantang sang raja dan berhasil mengalahkannya dengan ikat kepalanya yang ajaib, kemudian diangkat menjadi raja yang adil Setelah memerintah, Aji Saka mengutus Sembada mengambil keris dari Dora. 

Namun, Dora yang setia pada amanat menolak menyerahkannya. Kesalahpahaman dan kesetiaan yang sama kuat menyebabkan perkelahian sengit hingga keduanya tewas. Menyesali kejadian tersebut, Aji Saka menciptakan puisi yang berbunyi:

"Ha Na Ca Ra Ka" (Ada Utusan) 

"Da Ta Sa Wa La" (Saling Berselisih) 

"Pa Dha Ja Ya Nya" (Sama Hebatnya)

 "Ma Ga Ba Tha Nga" (Mati Semua) 

sebagai pengingat abadi akan kesetiaan dan pengorbanan Dora dan Sembada. Puisi tersebut akhirnya dikembangkan dan menjadi dasar diciptakannya Aksara Jawa.